REMAJA DAN PERMASALAHANNYA : BAHAYA MEROKOK, DAN BAHAYA PENYALAHGUNAAN MINUMAN KERAS / NARKOBA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masa  remaja  merupakan  masa  dimana  seorang  individu  mengalami peralihan  dari  satu  tahap  ke  tahap  berikutnya  dan  mengalami  perubahan  baik emosi,  tubuh,  minat,  pola  perilaku,  dan  juga  penuh  dengan  masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial,  yakni  masalah  psikis  atau  kejiwaan  yang  timbul  sebagai  akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Perkembangan dan kemajuan suatu negara sangat tergantung kepada warga negaranya terutama para generasi penerus (muda). Generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang dapat membawa perkembangan dan kemajuan dalam suatu negara, sehingga negara tersebut dapat bertahan, semakin maju dan berkembang.
Kedudukan generasi muda sangat menentukan kemajuan dan perkembangan suatu negara, sehingga peran generasi muda sangat besar dalam suatu kehidupan kenegaraan. Karena dari generasi muda lah hal-hal baru yang dapat membawa kemajuan itu muncul. Oleh karena itu generasi muda yang handal sangat dibutuhkan dalam kehidupan suatu negara.
Generasi muda di Indonesia pun jumlahnya sangat besar. Banyak sekali para generasi muda di Indonesia yang memiliki kemampuan pengetahuan dan kekreatifan tinggi yang dapat membawa kemajuan kedepan dalam rangka memperlancar pembangunan negara. Potensi generasi muda di Indonesia yang memiliki kemampuan tersebut sebenarnya sangat besar, akan tetapi ada hal yang menghambat perkembangan potensi generasi muda yakni masalah pada saat pertumbuhannya yang sangat mengganggu dalam pendidikan dan pembangunan.


B.     Manfaat Penulisan
1.      Bagi Remaja                     : Mengetahui mengenai segala hal tentang kenakalan remaja. Sehingga mereka dapat membedakan mana yang termasuk perbuatan kenakalan remaja dan mana yang bukan. Juga bermanfaat supaya para remaja dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang termasuk kenakalan remaja dengan melihat berbagai dampak dan hukumannya. Sehingga masa remaja mereka dapat lebih baik dan bermakna bagi kepentingan pendidikan dalam pembangunan dalam kehidupan mereka tanpa adanya juvenille delinquency.
2.      Bagi Orangtua                  : Dapat lebih memahami bagaimana anak-anak pada masa remaja itu. Sehingga para orangtua bisa lebih memperhatikan anak-anaknya yang masih berada pada masa remaja.
3.      Bagi Pemerintah               : Bisa lebih memperhatikan dan peduli akan kehidupan remaja.































BAB II
PEMBAHASAN

A.    Dimensi Biologis
Pada  saat  seorang  anak  memasuki  masa  pubertas  yang  ditandai  dengan menstruasi pertama  pada  remaja  putri  atau  pun  perubahan  suara  pada  remaja putra,  secara  biologis  dia  mengalami  perubahan  yang  sangat  besar.   Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada  masa  pubertas,  hormon  seseorang  menjadi  aktif  dalam  memproduksi dua  jenis  hormon  (gonadotrophins  atau  gonadotrophic  hormones)  yang berhubungan  dengan  pertumbuhan,  yaitu: 1)  Follicle-Stimulating  Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH).  Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut  merangsang  pertumbuhan  estrogen  dan  progesterone:  dua  jenis  hormon kewanitaan.   Pada  anak  lelaki,  Luteinizing  Hormone  yang  juga  dinamakan Interstitial-Cell  Stimulating  Hormone  (ICSH)  merangsang  pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan  secara  cepat  dari  hormon-hormon  tersebut  di  atas  merubah sistem  biologis  seorang  anak.
Anak  perempuan  akan  mendapat  menstruasi, sebagai  pertanda  bahwa  sistem  reproduksinya  sudah  aktif. Selain  itu  terjadi  juga perubahan  fisik  seperti  payudara  mulai  berkembang,  dll.   Anak  lelaki  mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan  tumbuhnya  hormon  testosterone.    Bentuk  fisik  mereka  akan  berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. 
  
B.     Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan  kognitif)  merupakan  periode  terakhir  dan  tertinggi  dalam  tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada  periode  ini,  idealnya  para  remaja  sudah  memiliki  pola  pikir  sendiri dalam  usaha  memecahkan  masalah-masalah  yang  kompleks  dan  abstrak.  Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan  mudah  dapat  membayangkan  banyak  alternatif  pemecahan  masalah beserta  kemungkinan  akibat  atau  hasilnya. 
 Kapasitas  berpikir  secara  logis  dan abstrak  mereka  berkembang  sehingga  mereka  mampu  berpikir  multi-dimensi seperti  ilmuwan.   Para  remaja  tidak  lagi  menerima  informasi  apa  adanya,  tetapi mereka  akan  memproses  informasi  itu  serta  mengadaptasikannya  dengan pemikiran  mereka  sendiri.   Mereka  juga  mampu  mengintegrasikan  pengalaman masa  lalu  dan  sekarang  untuk  ditransformasikan  menjadi  konklusi,  prediksi,  dan rencana  untuk  masa  depan.  Dengan  kemampuan  operasional formal  ini,  para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada  kenyataan,  di  negara-negara  berkembang  (termasuk  Indonesia)  masih sangat  banyak  remaja  (bahkan  orang  dewasa)  yang  belum  mampu  sepenuhnya mencapai  tahap  perkembangan  kognitif  operasional  formal  ini. Sebagian  masih tertinggal  pada  tahap  perkembangan  sebelumnya,  yaitu  operasional  konkrit, dimana  pola  pikir  yang  digunakan  masih  sangat  sederhana  dan  belum  mampu melihat  masalah  dari  berbagai  dimensi.
Hal  ini  bisa  saja  diakibatkan  sistem pendidikan  di  Indonesia  yang  tidak  banyak  menggunakan  metode  belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir  anak.  penyebab  lainnya  bisa  juga  diakibatkan  oleh  pola  asuh  orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak  memiliki  keleluasan  dalam  memenuhi  tugas  perkembangan  sesuai  dengan usia  dan  mentalnya.  Semestinya,  seorang  remaja  sudah  harus  mampu  mencapai tahap  pemikiran  abstrak  supaya  saat  mereka   lulus  sekolah  menengah,  sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

C.     Dimensi Moral
Masa  remaja  adalah  periode  dimana  seseorang  mulai  bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan  nilai  diri  mereka.    Elliot  Turiel  (1978)  menyatakan  bahwa para  remaja  mulai membuat  penilaian  tersendiri  dalam  menghadapi  masalah-masalah  populer  yang berkenaan  dengan  lingkungan  mereka,  misalnya:  politik, kemanusiaan,  perang,  keadaan  sosial,  dsb.   Remaja  tidak  lagi  menerima  hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini  tanpa  bantahan.  
Remaja  mulai  mempertanyakan  keabsahan  pemikiran  yang ada  dan  mempertimbangan  lebih  banyak  alternatif  lainnya. Secara  kritis,  remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal  yang  selama  ini  diajarkan  dan  ditanamkan  kepadanya.   Sebagian  besar para  remaja  mulai  melihat  adanya  “kenyataan”  lain  di  luar  dari  yang  selama  ini diketahui  dan  dipercayainya.   Ia  akan  melihat  bahwa  ada  banyak  aspek  dalam melihat  hidup  dan  beragam  jenis  pemikiran  yang  lain.   Baginya  dunia  menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak - kanak.
Kemampuan  berpikir  dalam  dimensi  moral  (moral  reasoning)  pada  remaja berkembang  karena  mereka  mulai  melihat  adanya  kejanggalan  dan ketidakseimbangan  antara  yang  mereka  percayai  dahulu  dengan  kenyataan  yang ada di sekitarnya.  Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola  pikir  dengan  “kenyataan”  yang  baru.
Perubahan  inilah  yang  seringkali mendasari  sikap  "pemberontakan"  remaja  terhadap  peraturan  atau  otoritas  yang selama  ini  diterima  bulat-bulat.  Misalnya,  jika  sejak  kecil  pada  seorang  anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada  masa  remaja  ia  akan  mempertanyakan  mengapa  dunia  sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik  dalam  suatu  kondisi  tertentu.
Hal  ini  tentu  saja  akan  menimbulkan  konflik nilai  bagi  sang  remaja.  Konflik  nilai  dalam  diri  remaja  ini  lambat  laun  akan menjadi  sebuah  masalah  besar,  jika  remaja  tidak  menemukan  jalan keluarnya.  Kemungkinan  remaja  untuk  tidak  lagi  mempercayai  nilai-nilai  yang ditanamkan  oleh  orangtua  atau  pendidik  sejak  masa  kanak-kanak   akan  sangat besar  jika  orangtua  atau  pendidik  tidak  mampu  memberikan  penjelasan  yang logis,  apalagi  jika  lingkungan  sekitarnya  tidak  mendukung  penerapan  nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban  dari  hal-hal  yang  dipertanyakan  oleh  putra-putri  remajanya.   Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu  bisa  berpikir  lebih  jauh  dan  memilih  yang  terbaik.   Orangtua  yang  tidak mampu  memberikan  penjelasan  dengan  bijak  dan  bersikap  kaku  akan  membuat sang  remaja  tambah  bingung.   Remaja  tersebut  akan  mencari  jawaban  di  luar lingkaran  orangtua  dan  nilai  yang  dianutnya.   Ini  bisa  menjadi  berbahaya  jika  “lingkungan  baru”    memberi  jawaban  yang  tidak  diinginkan  atau  bertentangan dengan  yang  diberikan   oleh  orangtua.   Konflik  dengan  orangtua  mungkin  akan mulai menajam.

D.    Dimensi Psikologis
Masa  remaja  merupakan  masa  yang   penuh  gejolak.  Pada  masa  ini  mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh  Mihalyi Csikszentmihalyi  dan  Reed  Larson  (1984)  menemukan  bahwa  remaja rata-rata  memerlukan  hanya  45  menit  untuk  berubah  dari  mood  “senang  luar biasa” ke  “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.
Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali  dikarenakan  beban  pekerjaan  rumah,  pekerjaan  sekolah,  atau  kegiatan sehari-hari  di  rumah. Meski  mood  remaja  yang  mudah  berubah-ubah  dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam  hal  kesadaran  diri,  pada   masa  remaja  para  remaja  mengalami  perubahan yang  dramatis  dalam  kesadaran  diri  mereka  (self-awareness).
Mereka  sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik  diri  mereka  sendiri.   Anggapan  itu  membuat  remaja  sangat memperhatikan  diri  mereka  dan  citra  yang  direfleksikan  (self-image).  Remaja cenderung  untuk  menganggap  diri  mereka  sangat  unik  dan  bahkan  percaya keunikan  mereka  akan  berakhir  dengan  kesuksesan  dan  ketenaran.  Remaja  putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan  tertarik  pada  kecantikannya,  sedang  remaja  putra  akan  membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
Pada  usia  16  tahun  ke  atas,  keeksentrikan   remaja  akan  berkurang  dengan sendirinya  jika  ia  sering  dihadapkan  dengan  dunia  nyata.   Pada  saat  itu,  Remaja akan  mulai  sadar  bahwa  orang  lain  tenyata  memiliki  dunia  tersendiri  dan  tidak selalu  sama  dengan  yang  dihadapi  atau  pun  dipikirkannya.  Anggapan  remaja bahwa  mereka  selalu  diperhatikan  oleh  orang  lain  kemudian  menjadi  tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. Para  remaja  juga  sering  menganggap  diri  mereka  serba  mampu,  sehingga seringkali  mereka  terlihat  “tidak  memikirkan  akibat”  dari  perbuatan  mereka.
Tindakan  impulsif  sering  dilakukan;  sebagian  karena  mereka  tidak  sadar  dan belum  biasa  memperhitungkan  akibat  jangka  pendek  atau  jangka  panjang.  Remaja  yang  diberi  kesempatan  untuk  mempertangung-jawabkan  perbuatan mereka,  akan  tumbuh  menjadi  orang  dewasa  yang  lebih  berhati-hati,  lebih percaya-diri,  dan  mampu  bertanggung-jawab. Rasa  percaya  diri  dan  rasa tanggung-jawab  inilah  yang  sangat  dibutuhkan  sebagai  dasar  pembentukan  jati-diri positif pada remaja.  Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri  dan  rasa  hormat pada  orang  lain  dan  lingkungan.   Bimbingan  orang  yang lebih  tua  sangat  dibutuhkan  oleh  remaja  sebagai  acuan  bagaimana  menghadapi masalah  itu  sebagai  “seseorang  yang  baru”;  berbagai  nasihat  dan  berbagai  cara akan  dicari  untuk  dicobanya.   Remaja  akan  membayangkan  apa  yang  akan dilakukan  oleh  para  “idola”nya  untuk  menyelesaikan  masalah  seperti  itu.  Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja.

Dari  beberapa  dimensi  perubahan  yang  terjadi  pada  remaja  seperti  yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko dan  berdampak  negative  pada  remaja.  Perilaku  yang  mengundang  resiko  pada masa  remaja  misalnya  seperti  penggunaan  alcohol,  tembakau  dan  zat  lainnya ; aktivitas  social  yang  berganti  –  ganti  pasangan. Alasan  perilaku  yang  mengundang  resiko  adalah  bermacam  –  macam  dan berhubungan  dengan  dinamika  fobia  balik  ( conterphobic  dynamic ),  rasa  takut dianggap  tidak  cakap,  perlu  untuk  menegaskan  identitas  maskulin  dan  dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.



























BAB III
POKOK PERMASALAHAN

1.      REMAJA DAN ROKOK
Di  masa  modern  ini,  merokok  merupakan  suatu  pemandangan  yang  sangat tidak  asing.  Kebiasaan  merokok  dianggap  dapat  memberikan  kenikmatan  bagi  si perokok,  namun  dilain  pihak  dapat  menimbulkan  dampak  buruk  bagi  si  perokok sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif  bagi tubuh penghisapnya.
Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat  pengakuan  (anticipatory  beliefs), untuk  menghilangkan  kekecewaan  ( reliefing beliefs ), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma ( permissive beliefs/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan didepan kelompoknya  karena  mereka  sangat  tertarik  kepada kelompok sebayanyaatau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya.
   
Penyebab Remaja Merokok
1.      Pengaruh 0rangtua 
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294). 
2.      Pengaruh teman.   
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin  besar  kemungkinan  teman-temannya  adalah  perokok  juga  dan demikian  sebaliknya.  Dari  fakta  tersebut  ada  dua  kemungkinan  yang  terjadi, pertama  remaja  tadi  terpengaruh  oleh  teman-temannya  atau  bahkan  teman-teman  remaja  tersebut  dipengaruhi  oleh  diri  remaja  tersebut  yang  akhirnya mereka  semua  menjadi  perokok.  Diantara  remaja  perokok  terdapat  87% mempunyai  sekurang-kurangnya  satu  atau  lebih  sahabat  yang  perokok  begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991)


3.      Faktor Kepribadian.        
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri  dari  rasa  sakit  fisik  atau  jiwa,  membebaskan  diri  dari  kebosanan.  Namun satu  sifat  kepribadian  yang  bersifat  prediktif  pada  pengguna  obat-obatan (termasuk  rokok)  ialah  konformitas  sosial.  Orang  yang  memiliki  skor  tinggi pada  berbagai  tes  konformitas  sosial  lebih  mudah  menjadi  pengguna dibandingkan  dengan  mereka  yang  memiliki  skor  yang  rendah  (Atkinson, 1999). 
4.      Pengaruh Iklan. 
Melihat  iklan  di  media  massa  dan  elektronik  yang  menampilkan  gambaran bahwa  perokok  adalah  lambang  kejantanan  atau  glamour,  membuat    remaja seringkali  terpicu  untuk  mengikuti  perilaku  seperti  yang  ada  dalam  iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991). 

2.      PENYIMPANGAN SEKS PADA REMAJA
Kita  telah  ketahui  bahwa  kebebasan  bergaul  remaja  sangatlah  diperlukan agar mereka tidak "kuper" dan "jomblo" yang biasanya jadi anak mama. Banyak teman maka banyak pengetahuan". Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa  yang  kita  inginkan.  Mungkin  mereka  suka  hura-hura,  suka  dengan  yang berbau  pornografi,  dan  tentu  saja  ada  yang  bersikap  terpuji.  benar  agar  kita  tidak  terjerumus  ke  pergaulan  bebas  yang  menyesatkan. 
Masa  remaja  merupakan  suatu  masa  yang  menjadi  bagian  dari  kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini  akan  sangat  berpengaruh  terhadap  pembentukan  diri  remaja  itu  sendiri.  Masa remaja  dapat  dicirikan  dengan  banyaknya  rasa  ingin  tahu  pada  diri  seseorang dalam  berbagai  hal,  tidak  terkecuali  bidang  seks. 
Seiring  dengan  bertambahnya  usia  seseorang,  organ  reproduksipun  mengalami  perkembangan  dan  pada  akhirnya  akan  mengalami  kematangan. Kematangan  organ  reproduksi  dan  perkembangan  psikologis  remaja  yang  mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik  akan  sangat  berpengaruh  terhadap  perilaku  seksual  individu  remaja tersebut. 
Salah  satu  masalah  yang  sering  timbul  pada  remaja  terkait  dengan  masa awal  kematangan  organ  reproduksi  pada  remaja  adalah  masalah  kehamilan  yang terjadi pada remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila Kehamilan tersebut terjadi pada  usia  sekolah.  Siswi  yang  mengalami  kehamilan  biasanya  mendapatkan respon  dari  dua  pihak.  Pertama  yaitu  dari  pihak  sekolah,  biasanya  jika  terjadi kehamilan  pada  siswi,  maka  yang  sampai  saat  ini  terjadi  adalah  sekolah meresponya  dengan  sangat  buruk  dan  berujung  dengan  dikeluarkannya  siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan  akan  cenderung  mencemooh  dan  mengucilkan  siswi  tersebut.
Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita. Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena  masalah  kehamilan  remaja  tidak  hanya  membebani  remaja  sebagai individu  dan  bayi  mereka  namun  juga  mempengaruhi  secara  luas  pada  seluruh strata di masyarakat dan juga membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya  tidak  sepenuhnya  dimengerti.
Beberapa  sebab  kehamilan termasuk  rendahnya  pengetahuan  tentang  keluarga  berencana,  perbedaan  budaya yang  menempatkan  harga  diri  remaja  di  lingkungannya,  perasaan  remaja  akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan.

3.      REMAJA  DAN  PENYALAHGUNAAN  MINUMAN  KERAS  DAN NARKOBA
1        Narkoba
Berdasarkan  data  Badan  Narkotika  Nasional  (BNN),jumlah  kasus penyalahgunaan  Narkoba  di  Indonesia  dari  tahun  1998  -  2003  adalah  20.301 orang, di mana 70% diantaranya berusia antara 15 -19 tahun.
Definisi dan Macam – Macam Narkoba
Narkoba  (singkatan  dari  Narkotika,  Psikotropika  dan  Bahan  Adiktif berbahaya  lainnya)  adalah  bahan/zat  yang  jika  dimasukan  dalam  tubuh  manusia, baik  secara  oral/diminum,  dihirup,  maupun  disuntikan,  dapat  mengubah  pikiran, suasana  hati  atau  perasaan,  dan  perilaku seseorang.  Narkoba  dapat  menimbulkan ketergantungan  (adiksi  )  fisik  dan  psikologis.
Narkotika  adalah  zat  atau  obat  yang  berasal  dari  tanaman  atau  bukan tanaman,  baik  sintetis  maupun  semi  sintetis  yang  dapat  menyebabkan  penurunan atau  perubahan  kesadaran,  hilangnya  rasa  nyeri  dan  dapat  menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997). 
Yang termasuk jenis Narkotika adalah :
·           Tanaman  papaver,  opium  mentah,  opium  masak  (candu,  jicing,  jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.
·           Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas. 
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Zat yang termasuk psikotropika antara lain : 
§   Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dsb. 
2        Alkohol
Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol.
Apakah Alkohol itu?
Alkohol  adalah  zat  penekan  susuan  syaraf  pusat  meskipun  dalam  jumlah  kecil mungkin mempunyai efek stimulasi ringan 
Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil alkohol yang diperoleh dari  proses  fermentasi  madu,  gula  sari  buah  atau  umbi  umbian.  Nama  yang populer  : minuman keras (miras), kamput, tomi (topi miring), cap tikus , balo dll.  Minuman beralkohol mempunyai kadar yang berbeda-beda, misalnya bir dan soda alkohol ( 1-7% alkohol), anggur (10-15% alkohol) dan minuman keras yang biasa disebut  dengan  spirit  (35  –  55%  alkohol).  Konsentrasi  alkohol  dalam  darah dicapai dalam 30 – 90 menitsetelah diminum.
Bahaya Narkoba Bagi Remaja
Masa  remaja  merupakan  suatu  fase  perkembangan  antara  masa  anak-anak dan  masa  dewasa.  Perkembangan  seseorang  dalam  masa  anak-anak  dan  remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila  masa  anak-anak  dan remaja  rusak  karena  narkoba,  maka  suram  atau  bahkan hancurlah  masa  depannya. 
Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan  gaya  hidup,  serta  bersenang-senang  besar  sekali.  Walaupun  semua kecenderungan  itu  wajar-wajar  saja,  tetapi hal  itu  bisa  juga  memudahkan  remaja untuk  terdorong  menyalahgunakan  narkoba.  Data  menunjukkan  bahwa  jumlah pengguna  narkoba  yang  paling  banyak  adalah  kelompok  usia  remaja. 
Masalah  menjadi  lebih  gawat  lagi  bila  karena  penggunaan  narkoba,  para remaja  tertular  dan  menularkan  HIV/AIDS  di  kalangan  remaja.  Hal  ini  telah terbukti  dari  pemakaian  narkoba  melalui  jarum  suntik  secara  bergantian.  Bangsa ini  akan  kehilangan  remaja  yang  sangat  banyak  akibat  penyalahgunaan  narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.
GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Perubahan Fisik
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis (Overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan (Sakau) : mata merah, hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku
Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, bergadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja. Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghidar bertemu dengan anggota keluarga yang lain.
Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota keluarga yang lain. Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan, tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.

BAB IV
PENUTUP

A.          KESIMPULAN
Selain  masalah  psikososial  yang  sering  terjadi  pada  remaja  seperti yang  disebutkan  dan  dibahas  diatas  terdapat  pula  masalah  masalah  lain  pada remaja  seperti  tawuran,  kenakalan  remaja,  kecemasan,  menarik  diri,  kesulitan belajar, depresi dll.
Semua  masalah  tersebut  perlu  mendapat  perhatian  dari  berbagai  pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remaja lah masa depan bangsa ini digantungkan. Terdapat  beberapa  cara  yang  dapat  dilakukan  dalam  upaya  untuk  mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran Orangtua :
-        Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
-        Membekali anak dengan dasar moral dan agama
-        Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
-        Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
-        Menjadi  tokoh  panutan  bagi  anak  baik  dalam  perilaku  maupun  dalam  hal menjaga lingkungan yang sehat
-        Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak

Peran Guru :
-        Bersahabat dengan siswa
-        Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
-        Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
-        Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
-        Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
-        Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
-        Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
-        Meningkatkan  keamanan  terpadu  sekolah  bekerjasama  dengan  Polsek setempat
-        Mewaspadai adanya provokator
-        Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
-        Menciptakan  kondisi  sekolah  yang  memungkinkan  anak  berkembang secara sehat dalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial
-        Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
Peran Pemerintah dan masyarakat :
-        Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
-        Menyediakan  sarana/prasarana  yang  dapat  menampung  agresifitas  anak melalui olahraga dan bermain
-        Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
-        Memberikan keteladanan
-        Menanggulangi  NAPZA,  dengan  menerapkan  peraturan  dan  hukumnya secara tegas
-        Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
Peran Media :
-        Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
-        Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
-        Adanya  rubrik  khusus  dalam  media  masa  (cetak,  elektronik)  yang  bebas biaya khusus untuk remaja

Demikian makalah tentang pertumbuhan fisik Dan Permasalahannya yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.



















DAFTAR PUSTAKA

1.      Atkinson (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2.      Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (2001). Buku Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah & Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa. Direproduksi oleh Proyek PeningkatanKesehatan Khusus APBD 2002.
3.      Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo  & Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga.
4.      Mappiare, A. (1992). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.