MEMAHAMI PENGERTIAN, SEJARAH, CAKUPAN DAN METODE PSIKOLOGI PENDIDIKAN


  1. I.             PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1). Oleh karena itu, pendidikan memerlukan tenaga pendidik/guru yang mampu medidik peserta didiknya secara profesional.
Tenaga pendidik yang profesional memerlukan pengetahuan dan ketrampilan keguruan yang memadai, salah satunya yaitu pengetahuan tentang psikologi pendidikan.
Untuk lebih memahami tentang psikologi pendidikan, maka makalah ini akan menyajikan tentang pemahaman pengertian psikologi pendidikan, sejarah psikologi pendidikan, cakupan psikologi pendidikan, dan metode psikologi pendidikan.

  1. II.          PEMBAHASAN
    1. A.    Pemahaman Pengertian Psikologi Pendidikan
      1. 1.      Pengertian Psikologi


Psikologi berasal dari kata bahasa inggris psychology, sedangkan kata psychology merupakan dua akar kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu psiche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu.
Chaplin (1992) yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2010: 9) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manuai dan hewan, juga penyelidikan tehadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.
Sedangkan Poerbakawja dan harahap (1981) dalam Ensiklopedia Pendidikan yang kikutip oleh Muhibbin Syah (2010: 9) membatasi arti psikologi sebagai “cabang pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan jiwa.
Dari beberapa pengertian tentang psikologi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku manusia, baik selaku individu maupun kelompok dalam hubungannya dengan lingkungan (Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang ada di sekitar lingkungan manusia).
  1. 2.      Pengertian Psikologi Pendidikan
Ngalim Purwanto (1990: 9) menyatakan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
  1. 3.      Manfaat Psikologi Pendidikan
Menurut Linggren sebagai mana dikutip Surya (1982) manfaat psikologi pendidikan adalah untuk membantu para guru dan paran calon guru dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai pendidikan dan prosesnya.
Sementara itu, Chaplin (1972) mengemukakan bahwa manfaat psikologi pendidikan adalah untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode-metode yang disusun secara rapi dan sistematis.
Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, secara umum psikologi pendidikan merupakan alat bantu yang penting bagi para penyelenggara pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
  1. 4.      Kegiatan Pendidikan yang Memerlukan Prinsip Psikologi
Menurut Muhibbin Syah (2009: 18-19) ada sepuluh macam kegiatan pendidikan yang banyak memerlukan prinsip-prinsip psikologis, antara lain:
  1. Seleksi penerimaan siswa baru
  2. Perencanaan pendidikan
  3. Penyusunan kurikulum
  4. Penelitian pendidikan
  5. Administrasi pendidikan
  6. Pemilihan materi pelajaran
  7. Interaki belajar mengajar
  8. Pelayanan bimbingan dan penyuluhan
  9. Metodologi mengajar
  10. Pengukuran dan evaluasi
  11. 5.      Hal-hal yang Didapat Dari Psikologi Pendidikan
    1. Proses perkembangan siswa
Dikalangan para guru dan orag tua siswa terkadag timbul pertanyaan apakah usia antara seorang siswa dengan siswa lainnya membuat perbedaan substansial dalam hal merespon pengajaran. Pertanyaan ini perlu dicari jawabannya melalui pemahaman tahapan-tahapan perkembangan siswa dan ciri-ciri khas yang mengiringi tahapan perkembanga tersebut.
Tahapan perkembangan yang perlu dipahami sebagai bahan pertimbangan pokok dalam penyelenggaraan proses PMB (Proses Mengajar-Belajar) adalah tahapan-tahapan yang berhubungan dengan perkembangan ranah cipta para siswa dalam menjalani PMB dan pembelajaran materi tertentu, serta dalam mengikuti proses mengajar belajar yang dikelola guru kelas.


  1. Cara belajar siswa
Dimanapun proses pendidikan berlangsung, alasan utama kehadiran guru adalah membantu siswa agar belajar sebaik-baiknya. Oleh karena itu, adalah hal yang esensial bagi para guru untuk memahami sepenuhnya cara dan tahapan belajar yang terjadi pada diri siswanya.
  1. Cara menghubungkan mengajar dengan belajar
Guru perlu berusaha membangkitkan gairan dan minat belajar siwa, agar kegiatan mengajar dapat diterima oleh sisw, sehingga dapat mempermudah guru dalam menghubungkan kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar.
  1. Pengambilan keputusan untuk pengelolaan PMB
Guru perlu merencanakan bahan ajar atau materi ajar dan tujuan yang hendak dicapai sebelum mengajar. Selain itu, guru juga perlu menetapkan kiat yang tepat dalam penyampaian materi kepada siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu menempatkan diri sebagai pengambil atau pembuat keputusan (decision maker) yang harus memperhitungkan untung-rugi dari sudut kajian psikologis agar PMB tidak tersendat-sendat/ gagal dalam mencapai tujuan.



  1. B.     Sejarah Psikologi Pendidikan
Sejarah khusus yang mengungkapkan secara cermat dan luas tentang psikologi pendidikan sesungguhnya masih perlu di telusuri lebih lanjut.  Hal ini karena kebanyakan karya tulis yang mengungkapkan “riwayat hidup” psikologi pendidikan masih langka.
Uraian kesejarahan yang khusus berkaitan dengan psikologi pendidikan pernah di lakukan oleh beberapa orang ahli seperti Boring & Murpy pada tahun 1929 dan Burt pada tahun 1957, tetapi hanya terbatas untuk psikologi pendidikan di wilayah Inggris. Sudah tentu riwayat psikologi pendidikan yang mereka tulis tak dapat sebagai acuan bukan hanya karena keterbatasan wilayah pengembangan saja, melainkan karena sudah kadaluarsanya karya-karya tulis tersebut.
Kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan psikologi pendidikan dalam dunia pendidikan sudah berlangsung sejak zaman dahulu meskipun istilah pendidikan sendiri pada awal pemanfaatannya belum dikenal orang.  Menurut David (1972) pada umumnya para ahli memandang Johan Friedrich Herbart adalah bapk psikologi pendidikan.
Herbart  adalah seorang filosof dan pengarang kenamaan yang lahir di Oldenburg, jerman, pada tanggal  4 Mei 1776. Pada usia 29 tahun ia menjadi dosen filsafat di Gotingen dan mencapai puncak karirnya pada tahun 1809 ketika dia diangkat menjadi ketua Jurusan Filsafat di Konsiberg sampaitahun 1833, dan meninggal di Gottingen tanggal 14 Agustus 1841.
Nama Herbart kemudian di abadikan sebagai nama sebuah aliran psikologi yang disebut Herbartianisme pada tahun 1820-an. Aliran pemikiran Herbartisme, menurut Reber (1988) adalah pendahulu pemikiran pesikonalisis Freud dan berpengaruh besar  terhadap pemikiran psikologi experimental Wundt. Ia juga dianggap sebagai pencetus gagasan-gagasan pendidikan gaya baru yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang.
Buku Pedagogics (ilmu mengajar) adalah karya yang monumental “sesuatu yang agung”. Karya lainnya adalah Application of Psychology to the Science of Education “enempatan psikologi untuk ilmu pendidikan”.
Pesikologi pendidikan lebih pesat berkembang di Amerika, meskipun tanah kelahirannya di Eropa. Sekarang semakin banyak pakar psikologi dan pendidikan yang berminat mengembangkannya. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknnya fakulatas psikologi dan fakultas pendidikan di universitas terkenal di dunia. Hal lain yang menunjukkan kepesatan perkembangan psikologi pendidikan adalah semakin banyak cabang pesikologidan aliran pemikiran yang turut dalam riset-riset psikologi pendidikan.

  1. C.    Cakupan Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan pada dasarnya adalah sebuah disiplin psikologi yang khisus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkahlaku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu meliputi tingkahlaku belajar (oleh siswa), tingkahlaku mengajar (oleh guru), dan tingkahlaku belajar-mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).
Secara garis besar banyak ahli membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi 3 macam.
  1. Belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan cirri-ciri khas belajar siswa, dan sebagainya.
  2. Proses belajar, yaitu tahapan perbuatan dan pristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar siswa.
  3. Situasi  belajar, yaitu suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fik atau non fisik yang berhubungan dengan belajar siswa.
Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip Surya Bareta (1984), menetapkan 16 pokok bahasan yaitu sebahai berikut:
  1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational psychology).
  2. Hereditas atau karakter pembawaan sejak lahir (heredity).
  3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
  4. Perkembangan siswa (growth).
  5. Proses-proses tingkah laku (behavior process).
  6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
  7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).
  8. Hukum-hukum dan teori –teori belajar (laws and theories of learning).
  9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan pengukuran/evaluasi (measurement: basic principles and devinition).
10.  Transfer belajar meliputi mata pelajaran (transfer of learning: subject matters).
11.  Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspect of measurement).
12.  Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13.  Kesehatan rohani (mental hygiene).
14.  Pendidikan membentuk watak (character education).
15.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subject).
16.  Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subject).
Dari pokok-pokok bahasan versi Smith dan tiga pokok sebelumnya tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bermakna berhasil tidaknya pencapain tujuan pendidikan banyak berpulang kepada proses belajar siswa baik dia berada dalam kelas maupun di luar kelas.
Khusus mengenai proses belajar mengajar, para ahli psikologi pendidikan seperti Barlow (1985) dan Good & Brophy (1990) mengelompokkan pembahasan kedalam tujuh bagian.
  1. Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi pengendalian kelas dan penciptaan iklim kelas.
  2. Metodologi kelas (metode pengajaran).
  3. Motivasi siswa peserta kelas.
  4. Penanganan siswa yang berkemampuan luarbiasa.
  5. Penanganan siswa berperilaku menyimpang.
  6. Pengukuran kinerja akademik siswa.
  7. Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.

  1. D.    Metode Psikologi Pendidikan
Muhibbin Syah (2009:27) mengemukakan bahwa metode dapat dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan. Dalam psikologi pendidikan, metode-metode tertentu dipakai untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.
  1. Metode eksperimen
Metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan oleh eksperimenter di dalam sebuah labratrium atau ruangan tertentu lainnya. Teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan datayang diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu, eksperiment dapat pula digunakan untuk mengukur kecepatan bereaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu.
Metode eksperiment yang digunakan dalam penelitian psikologi pendidikan dengan tujuan untuk menguji keabsahan dan kecermatan simpulan-simpulan yang ditarik dari hasil temuan penelitian dengan metode lain.
Dalam penelitian eksperimental obyek yang akan diteliti dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok percobaan dan kelompok pembanding. Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang tingkah lakunya diteliti dengan perlakuan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas obyek yang jumlah karakteristiknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi tingkahlakunya idak diteliti. Setelah eksperimen usai, data dari kelompok percobaan, dibandingkan dengan kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirka, dan disimpulkan dengan teknik statistik tertentu.
  1. Metode kuesioner
Metode kuesioner disebut juga “mail servey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengambilannya sering dikirim ke dan dari responden melalui jasa pos.
Namun, sebelum kuesioner disebarkan atau dikirim kepada responden yang sesungguhnya seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba. Caranya, sejumlah kuesioner dibagi-bagikan kepada sejumlah orag tertentu yang memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya untuk memastikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk dijawab, dan untuk memperoleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan kuesioner tersebut.
  1. Metode studi khusus
Studi kasus ialah sebuah metode penelitian yang digunaka untuk meperoleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologis seorang siswa atau sekelompok siswa tertentu. Metode ini selain dipakai oleh para penelliti psikologi pendidikan, juga sering dipakai oleh para peneliti ilmu-ilmu sosial lainnyakarena lebih memungkinkan peneliti melakukan investigasi dan penafsiran yang lebih luas dan mendalam.
  1. Penyelidikan kinis
Metode penyelidikan klinis pada umunya hanya diberlakukan untuk menyelidiki anak atau siswa yang mengalami penyimpangan perilaku. Oleh karenanya, penggunaan sarana dan cara yang dikaitkan dengan metode penyelidikan klinis selalu meperhatikan batas-batas kesanggupan siswa. Sama halnya dengan metode eksperimen yang dilakukan dalam laboratorium, metode klinis juga mementingkan intensitas dan ketelitian yang sugguh-sungguh.
Sasaran yang dicapai oleh penelitian dengan penggunaan metode klinis adalah untuk memastikan sebab-sebab timbulnya ketidaknormalan perilaku seorang siswa atau sekelompok kecil siswa. Kemudian berdasarkan kepastian faktor penyebab itu peneliti berupaya memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengatasi penyimpangan tersebut.
  1. Observasi naturaistik 
Metode observasi naturalistik adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini peneliti berada diluar objek yang diteliti atau tidak menampakkan diri sebagai seorang yang sedang melakukan penelitian.

Kelompok 2





Kelompok 3
A.TEORI PEMBELAJARAN JEROME BRUNER

  1. 1.      Teori belajar Bruner
Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.
Bruner membagi dunia anak kedalam tahap yang berurutan, yaitu :
  1. Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi, mengutak-atik obyek-obyek secara langsung.
  2. Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung obyek-obyek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37).
  3. Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman.

  1. 2.       Teorema atau Dalil-dalil yang berkaitan dengan Pembelajaran Matematika
Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika. Dalil-dalil itu timbul sebagai hasil pengamatannya kesekolah-sekolah dan hasil percobaan teman-temannya, yaitu : (dalam Rusefendi, 1991)

  1. Dalil Penyusunan ( Contruction theorem)
Cara yang paling baik bagi anak untuk belajar konsep, dalil, dan lain-lain dalam matematika dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada langkah-langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.
Misalnya bila guru atau siswa ingin menunjukkan arti 2, siswa sendiri supaya menyajikan sebuah himpunan dengan 2 anggota.
  1. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Pada permulaan suatu konsep disajikan, supaya dipergunakan notasi yang sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa. Notasi {    }, tidak diberikan kepada siswa dipermulaan SD. Demikian juga notasi anggota himpunan . Notasi fungsi f(x) hanya dipakai untuk siswa SMA atau mahasiswa di Perguruan Tinggi. Untuk anak SD digunakan tanda ˆ atau D, misalnya ˆ = D + 4.
  1. Dalil Pengkontrasan atau keanekaragaman (Contras and Variation Theorem)
Dalam langkah-langkah mengubah representasi kongkrit ke representasi lebih abstrak suatu konsep matematika diperlukan adanya kegiatan pengkontrasan atau keanekaragaman. Maksudnya ialah, agar suatu konsep itu lebih bermakna bagi siswa konsep itu harus dikontraskan dengan konsep-konsep lain dan disajikan dengan beranekaragam contoh. Misalnya bilangan ganjil akan lebih bermakna bagi siswa bila dikontarskan (dibedakan) dari bilangan genap, bilangan prima dikontraskan dengan bilangan genap dan bilangan ganjil mempunyai faktor selain dari bilangan itu sendiri dan satu.
  1. Dalil Pengaitan (Conectivity Theorem)
Dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep lain. Begitu pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dan topik, antara cabang matematika (aljabar dan geometri). Oleh keran itu agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil siswa harus lebih banyak diberikan kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu.

  1. 3.      Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain  Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu  tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping  itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat,  kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi  setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya  sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi  baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari  suatu ilmu pengetahuan secara utuh. (http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/)

  1. 4.      Belajar Penemuan
Salah satu model pembelajaran dari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. (http://andalus-andalusiaviews.blogspot.com/2010/04/teori-tahap-tahap-belajar-dari-jerome.html)
Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu:
1.waktunya sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik).
2.Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit),
3.Ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup).
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1.Stimulus ( pemberian perangsang)
2.Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3.Data collection ( pengumpulan data)
4.Data Prosessing (pengolahan data)
5,Verifikasi
6.Generalisasi
Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencangkup:
1.Pengalaman – pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
2. Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman optimal. Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak–anak.
3.  Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
4.  Bentuk dan pemberian reinforsemen.

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa  kebaikan. Diantaranya adalah
1.  Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2.  Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan  berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau  kesimpulan tertentu Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap  itu adalah:
  1. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau  pengalaman baru,
  2. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan  menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain,
  3. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah  hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya  ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan  intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan  mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar  penemuan.

B. TEORI PEMBELAJARAN DAVID AUSUBEL

David Ausubel (1963, 1977) mengemukakan teori pembelajaran yang mengatakan manusia memperoleh ilmu kebanyakannya dalam bentuk pembelajaran resepsi dan bukan daripada pembelajaran penemuan atau dikenali sebagai Model Pembelajaran Ekspositori. Ausubel juga mengemukakan pembelajaran lisan bermakna (meaningful verbal learning), termasukpentingnya maklumat lisan, idea dan hubungan antara idea yang dikenali sebagai KonsepPenyusunan Awal. Bagaimanapun, hafalan (rote memorization) tidak dianggap sebagai pembelajaran bermakna.
  1. Model Pembelajaran Ekspositori
Model pembelajaran ekspositori yang dikemukakan oleh Ausubel menekankanpenerangan bahan pembelajaran oleh guru dalam bentuk fakta yang tersusun dandijelaskan menurut urutan serta fakta yang lengkap. Ausubel menegaskan pembelajaransepatutnya berkembang dalam bentuk deduktif daripada am kepada spesifik ataudaripada prinsip kepada contoh (Woolfolk, 1998).
  1. Penyusunan Awal
Penyusunan awal (advance organizer) telah diperkenalkan oleh Ausubel untukmenyesuaikan skema pelajar dengan bahan pembelajaran, supaya pembelajaran optimalberlaku. Salah satu strategi untuk memastikan wujudnya kesesuaian tersebut ialahmemulakan pembelajaran berpandukan kepada “penyusunan awal”. Ia merupakanstruktur yang menerangkan hubungan antara konsep-konsep yang hendak disampaikanpada hari tersebut.

Fungsi penyusunan awal ialah untuk menjelaskan kepada guru dan pelajar tentangperkara-perkara yang perlu difahami bagi sesuatu tajuk pelajaran. Penyusunan awaljuga boleh menghubungkan konsep baru dengan konsep yang telah dipelajari. Jaditerdapat tiga tujuan penggunaan penyusunan awal, iaitu memberi gambaran tentangapa yang penting dalam pelajaran, menjelaskan hubungan antara konsep yang akan dihuraikan dan menggerakkan minda pelajar untuk mengingat semula konsep berkaitanyang telah dipelajari.

Penggunaan Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Ausubel

        Prinsip pembelajaran dan pengajaran Ausubel boleh digunakan dalam pengajaran dengan memberikan perhatian kepada dua perkara berikut:
1. Ausubel mencadangkan supaya guru menggunakan pembelajaran resepsi  (penerimaan)atau model pengajaran ekspositori kerana guru dapat menyampaikan maklumat yanglengkap dalam susunan yang teratur seperti dalam kaedah kuliah.  
2. Menggunakan penyusunan awal dalam pengajaran untuk menggalakkan pelajarmengingat semula konsep yang telah dipelajari dan mengaitkannya dengan konsepbaru yang akan dipelajari serta mengingatkan mereka tentang perkara-perkara penting dalam sesuatu tajuk pelajaran.

C.TEORI HUMANISTIK DI DALAM KELAS
1. Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
2. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3. Carl Roger
Seorang psikolog humanism yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah: Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

D.  PENERAPAN TOERI HUMANISTIK DIDALAM KELAS
1. Pengertian Humanisme
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
2.Ciri-ciri Teori Humanisme
Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
3. Aplikasi dan Implikasi Humanisme
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.  Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Kelompok 4
PENGARUH KEMATANGAN  INTELEKTUAL  TERHADAP READINESS


  1. Pengertian Kematangan
              Kematangan adalah kemampuan seseorang untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu.Singkatnya ia telah mempunyai intelegensi.Intelegensi itu ialah faktor total.Berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan,fantasi ,perasaan,perhatian,minat dan sebagainya) turut mempengaruhi intelegensi seseorang.
               Perubahan disebabkan karena perubahan “genes “ yang menentukan perkembangan struktur fisiologi dalam system syaraf,otakdan indra sehingga semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.
               Menurut English & English kematangan adalah “ Maturity is the state or condition of complete or adult from structure and function of organism,wether in respect to a single trait or more often ,all traits ( English &English ,1958:306 )
               Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa kematangan adalah keadaan atau kondisi bentuk,struktur dan kondisi yang lengkap atau dewas pada suatu organism,baik terhadap suatu sifat,bahkan seringkali semua sifat.
               Kematangan ( maturity ) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu,yang disebut “readiness” (kesiapan).Readiness yang dimaksud yaitu rediness untuk bertingkah laku yang instingtif,maupun tingkah laku yang dipelajari.Yang dimaksud dengan tingkah laku instingtif yaitu suatu pola tingkah laku yang diwariskan (melalui hereditas ).
3 ciri tingkah laku instingtif :
  1. Tingkah laku instingtif terjadi menurut pola pertumbuhan herediter.
  2. Tingkah laku instingtif adalah tanpa didahului dengan latihan atau praktek sebelumnya.
  3. Tingkah laku yang instingtif berulang setiap saat tanpa ada syaraf yang menggerakkannya.
            Tingkah laku instingtif ini biasanya terjadi karena adanya kematangan seksual atau fungsi syaraf yang termasuk tingkah laku yang diwariskan adalah bukan hanya tingkah laku insting,reaksi-reaksi psikologis seperti :reflek,takut ,berani, haus,lapar,marah,tertawa dan lain-lain adalah tidak usah dipelajari melainkan sudah diwariskan.
              Tingkah laku apapun yang dipelajari,memerlukan kematangan.Orang tak akan dapat berbuat secara intelegen apabila kapasitas intelektualnya belum memungkinkannya.Untuk itu kematangan dalam struktur otak dan system syaraf sangat diperlukan.Dalam kehidupan individu banyak hal yang tidak dapat dilakukan atau diperoleh hanya dengan kematangan melainkan harus dipelajari.Misalnya mengenai kemampuan berbicara,membaca,menulis dan berhitung.Dalam hal ini melakukan aktivitas-aktivitas semacam itu,kematangan memang diperlukan sebagai penentu readiness untuk belajar.

B . Prinsip-prinsip Pembentukan Kematangan
              Seseorang baru dapat belajar tentang sesuatu apabila di dalam dirinya terdapat ‘readiness’
Untuk mempelajari sesuatu itu.Ada orang yang mengartikan readiness sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu .

Readiness dalam belajar melibatkan beberapa faktor yang bersama-sama membentuk readiness yaitu :
  1. Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis,ini menyangkut pertumbuhan terhadap perlengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya,alat-alat indra dan kapasitas intelektual
  2. Motivasi yang menyangkut kebutuhan ,minat serta tujuan tertentu individu untuk mempertahankan serta mengembangakan diri.motivasi berhubungan dengan system kebutuhan dalam diri manusia serta tekanan-tekanan lingkungan.

Dengan demikian readiness seseorang itu senantiasa mengalami perubahan setiap hari sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fisiologis individu serta adanya desakan-desakan dari lingkungan seseorang.
Perkembangan readiness terjadi dengan mengikuti prinsip-prinsip tertentu.adapun prinsip-prinsip tersebut ialah sebai berikut ;
  1. Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
  2. Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu.
  3. Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu,baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
  4. Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.

                Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut jelaslah bahwa apa yang telah dicapai oleh seseorang
Pada masa-masa yang lalu akan mempunyai arti bagi aktifitas-aktifitasnya sekarang.Apa yang telah terjadi pada saat sekarang akan memberikan sumbangan terhadap readiness individu di masa mendatang.

C.Ciri-ciri Adanya Kematangan
              Mengetahui adanya tahap kematangan suatu sifat sangat penting artinya bagi seorang pendidik atau pengasuh karena pada tingkat itulah si anak akan memberikan reaksi yang sebaik-baiknya terhadap semua usaha bimbingan atau pendidikan yang sesuai bagi mereka.
              Adanya ciri-ciri adanya kematangan tersebut pada diri si anak adalah ditandai dengan adanya :
  1. Perhatian si anak.
  2. Lamanya perhatian berlangsung.
  3. Kemajuan jika diajar atau dilatih.

             Telah banyak percobaan-percobaan diadakan untuk mengetahui sampai dimana seorang anak dapat berkembang hanya atas dasar kodrat dan sejauh mana atas dasar pengajaran ataupun pengalaman.Hasilnya antara lain :
  1. Pada tahun-tahun pertama “kematangan” ini penting karena memungkinkan pengajaran atau latihan.
  2. Dalam perkembangan Phylogenetic tidak terdapat perbedaan diantara anak kembar dan anak yang berbeda rasnya.
  3. Berlangsungnya secara bersama-sama antar pertumnuhan kodrat(kematangan) dengan pengajaran atau latihan adalah sangat menguntungkan bagi perkembangan anak.

D. Fungsi Kematangan Dalam Proses Perkembangan atau Belajar
               Dalam proses perkembanagan fungsi kematangan itu adalah sebagai berikut :
  1. Pemberi bahan mentah atau bahan baku bagi sebuah perkembangan,misalnya kematangan otot dan urat kaki sewbagai bahan untuk pekembangan berjalan.
  2. Pemberi batas dan kualitas perkembangan,makin baik kualitas perkembangan suatu fungsi akan semakin baik kualitas hasil perkembangan yang akan terjadi dan juga sebaliknya.
  3. Pemberi kemudahan bagi pendidik  apabila melatih ,membimbing ataupun mengajarnya.

E.Kematangan sebagai Dasar dari Pembentukan Readiness
                 Pengaruh kondisi jasmaniah terhadap pola tingkah laku atau pengakuan sosial sangat tergantung kepada :
  1. Pengakuan individu yang bersangkutan terhadap diri sendiri (self concept)
  2. Pengakuan dari orang lain atau kelompoknya.Masing-masing individu mempunyai sikap tersendiri terhadap keadaan fisiknya.
        Perubahan jasmanimemerlukan bantuan “motor learning “ agar pertumbuhan itu mencapai kematangan.Kematangan ataupun kondisi fisik baru akan memperoleh pengakuan sosial,apabila individu yang bersangkutan mengusahakan “social learning” (belajar berinteraksi dengan orang lain atau kelompok serta menyesuaikan diri dengan nilai-nilai serta minat-minat kelompok).dengan diusahakannya hal di atas diharapkan individu mencapai tingkat-tingkat kematangannya sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhannya,belajarnya dan lingkungan sosialnya.

Dasar-Dasar Biologis Tingkah Laku
           Tingkah laku individu didasari oleh pertumbuhan biologisnya.System saraf merupakan penggerak tingkah laku manusia secara biologis.system syaraf terdiri atas komposisi sel-sel yang disebut neurons.Tiap-tiap neuron mengandung tenaga yang berasal dari proses kimiawi dan elektronik.apabila mendapat stimulasi ,neurons melepaskan dorongan-dorongan elektronis yang merangsang gerakan urat-urat dan otot-otot tubuh.
            Pusat system syaraf terdiri atas otak dari sumsum tulang belakang.Itulah yang berfungsi sebagai pengatur gerakan jasmaniah pada tubuh.Berbagai fungsi otak telah dilokalisasi melalui proses kegiatan neural sebagai berikut :
  1. Lokalisasi fungsi otak melalui stimulus elektris dan kimiawi terhadap semua bagian otak .
  2. Lokalisasi fungsi otak melalui pencatatan aktifitas neural di bagian-bagian otak yang berlainan posisi dan manfaat.
  3. Lokalisasi fungsi otak melalui teknik pelukan (penggarisan jejak-jejak neural )
  4. Lokalisasi melalui penelitian-penelitian neuroanatomis dan komparatif.
  5. Lokalisasi melalui penelitian-penelitian biokimiawi.

Otak-otak kita terdiri dari tiga bagian yaitu :
-          Cerebrum
Bagian yang mengatur segenap proses mental dan aktifitasnya.
-          Cerebellum
Bagian yang mengkoordinasi aktifitas urat syaraf.
-          Brain Stem
Bagian pusat-pusat pengatur system badani yang vital seperti jantung,paru-paru dan respirasi.

                 Kesadaran individu terhadap stimuli di alam sekitar maupun dalam tubuh dipimpin oleh
Aktifitas sel-sel khusus di dalam system syaraf yang disebut “receptors “.
1.Stiated muscle.
2.Smooth muscle.
3.Cardiac muscle.
4.Duct glands.
5.Ductess glands.

Tingkah laku manusia dapat terbagi atas dua macam reaksi yaitu :
  1. Respondent behavior yaitu tingkah laku bersyarat dan tidak sengaja,selalu tergantung kepada stimuli.
  2. Operant behavior yaitu tingkah laku disengajadan tidak selalu tergantung kepada stimuli.

F.Lingkungan atau Kultur Sebagai Penyumbang Pembentuk Readiness
                Perkembangan pada diri seorang anak tergantung pada pengaruh lingkungan dari kultur di samping akibat tumbuhnya pada pola jasmaniah.Stimulisasi lingkungan serta hambatan-hambatan mental individu mempengaruhi perkembangan mental,kebutuhan,minat ,tujuan-tujuan,perasan dan karakter individu yang bersangkutan.
                Dalam perkembangan kehidupan individu,lingkungan yang dihadapi atau direaksi semakin luas.Meluasnya lingkungan dapat melalui beberapa cara antara lain:
  1. Perluasan paling nyata adalah dalam arah stimulasi fisik anak.Makin tua umur manusia makin luas pula medan geografis yang dihadapi dan arah stimulasinya semakin melebar pula.
  2. Manusia yang mengalami perkembangan kapasitas intelektual dan di samping itu pemikirannya meningkat,maka dalam hidupnya terjadi banyak perubahan lingkumgan.Dengan perkataan lain,lingkungan banyak mengalami perubahan di dalam diri manusia,misalnya di dalam pengamatannya,kesan-kesannya,ingatannya,imajinasinya dan yang terlebih penting adalah dalam pemikirannya.
  3. Akibat dari keadaan itu terjadilah perubahan lingkungan di dalam kemampuan individu membuat keputusan.Perubahan lingkungan itu terjadi akibat belajar serta bertambahnya kematangan manusia .Semakin tua atau dewasa ,manusia pun menjadi merdeka dan bertanggung jawab.Dengan adanya kemampuan mengontrol lingkungan yang lebih luas,maka makin banyaklah kesempatan manusia untuk belajar.Dengan makin banyaknya manusia belajar,maka kematangan tidak semakin berkurang,melainkan dapat lestari bahkan meningkat.



BAB III
PENUTUP

A. Simpulan :
  1. Kematangan adalah kemampuan seseorang untuk berbuat sesuatu dengan cara-cara tertentu.Singkatnya ia telah memiliki intelegensi.Intelegensi itu ialah faktor total.Berbagai macam jiwa erat bersangkutan di dalamnya (ingatan,fantasi,perasaan,perhatian,minat dan sebagainya yang turut mempengaruhi intelegensi seseorang ).
  2. Prinsip-prinsip pembentukan kematangan diantaranya :
-          Semua aspek pertumbuhan ,berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
-          Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu.
-          Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu baik jasmaniah maupun yang rohaniah.
-          Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang,maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan mas formatif bagi perkembangan pribadinya.
  1. Adanya ciri-ciri kematangan pada diri anak ditandai dengan adanya :
-          Perhatian si anak.
-          Lamanya perhatian berlangsung.
-          Kemajuan jika diajar atau dilatih.
  1. Dalam proses perkembangan atau belajar,fungsi kematangan itu adalah sebagai berikut :
-          Pemberi bahan mentah atau bahan baku bagi sebuah perkembangan ,misalnya kematangan otot dan urat kaki sebagai bahan untuk perkembangan berjalan.
-          Pemberi batas dan kualitas perkembangannya,makin baik kualitas perkembangan suatu fungsi akan semakin baik kualitas hasil perkembangan yang akan terjadi dan juga sebaliknya.
-          Pemberi kemudahan bagi pendidik atau pengasuh apabila melatih,membimbing ataupun mengajarnya.
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan struktur fisiologis dalam system syaraf,otak dan indra,sehingga semua itu memungkinkan individu matang dalam mengadakan reaksi-reaksi terhadap stimulus lingkungan.Lingkungan atau kultur juga berperan sebagai penyumbang pembentukan readiness(kesiapan belajar) karena stimulasi lingkungan serta hambatan-hambatan mental,kebutuhan minat dan tujuan-tujuan,perasaan dan karakter individu yang bersangkutan.